Header Ads

Film Penghianatan G30S dan Isu Kebangkitan PKI Setiap Bulan September

 

Film Penghianatan G30S dan Isu Kebangkitan PKI Setiap Bulan September

Akhir-akhir ini banyak media yang mengangkat protes yang dilayangkan oleh mantan Jenderal TNI Pak Gatot Nurmantyo terhadap pencopotan jabatannya akibat menyerukan kepada masyarakat untuk menonton Film G30S untuk mengingat sejarah akan kejamnya PKI yang ingin mengubah ideologi Negara Indonesia menjadi Komunis. Menurutnya pemutaran film G30S wajib dilakukan dan disaksikan oleh masyarakat terutama generasi muda guna menangkal bahaya laten komunis yang menghantui negara ini. Menariknya film tersebut masih diperdebatkan keabsahannya oleh para ahli.

Banyak yang menyebutkan bahwa film tersebut merupakan propaganda Soeharto yang mengangkat dirinya sebagai pahlawan dalam peristiwa malam jahanam itu. Namun tidak sedikit yang menganggap film itu sesuai sejarah dan mengagungkan nama Pak Soeharto (sampai-sampai yang mengkritik beliau dianggap anak cucu PKI)

Mengesampingkan pernyataan dari Pak Gatot yang ingin mewajibkan kembali pemutaran film G30S di setiap september, tulisan ini ingin menyinggung mengapa setiap kita memasuki bulan september ditiap tahun isu kebangkitan PKI selalu mencuat kembali ke permukaan dan mengapa hanya film penghianatan G30S PKI dijadikan sebagai pembelajaran agar generasi muda melek terhadap sejarah?Padahal banyak film diluar sana yang mengangkat pembahasan sama,seperti film dokumenter dwilogi besutan Joshua Oppenheimer yang berjudul Look of Silence dan Act of Killing?.

Setiap bulan september kita selalu dihadapkan dengan isu kebangkitan PKI. Entah mengapa isu ini seringkali dijadikan sebagai bahan sebagian “golongan” atau oknum untuk memprovokasi bangsa Indonesia kita yang tercinta. Padahal Partai ini telah lama mati dan terdapat payung hukum yang kuat untuk membendung negara kita dari pengaruh komunis. Kalau beneran ada orang yang menyebarkan paham komunis tinggal laporin, gitu aja kok repot.

Memperingati boleh saja, tapi membuat isu tanpa bukti itu tidak boleh. Toh negara-negara komunis saja sudah runtuh, kalau masih ada itu pun sudah dimodifikasi. Misalnya, China yang menerapkan “negara dua sistem” dimana politik tetap tertutup tapi pasar terbuka (free market but not people). Bahkan ahli politik seperti Francis Fukuyama sendiri mengatakan bahwa demokrasi liberal merupakan akhir dari evolusi pemerintahan manusia. Intinya komunis sudah kalah melawan kapitalis.

Selain itu banyak laporan yang menyebutkan bahwa film Penghianatan G30S PKI ini banyak mengandung unsur kekerasan, sehingga tidak pantas untuk disaksikan anak dibawah umur. Banyak dari adegan kekerasan seperti penyiksaan juga masih diragukan keasliannya. Sebab dalam hasil visum yang keluar pada 6 oktober 1965 tidak ditemukan hasil penyiksaan yang dialami oleh korban.

Kalaupun tujuan pemutaran film tentang peristiwa G30S sebagai pembelajaran sejarah, mengapa kita tidak menayangkan film-film dokumenter yang sudah saya singgung diatas. Padahal dalam film tersebut menyorot kesaksian dari para pelaku sejarah, baik para penumpas (Film Jagal) maupun para korban (Film Senyap). Tujuan dari film ini dibuat pun untuk memperlihatkan dampak dari peristiwa Gestapu.

Walaupun kedua film dokumenter yang saya rekomendasikan ini akan mendapat stigma negatif dari masyarakat, seperti muncul anggapan bahwa kedua film ini condong ke arah PKI (atau lebih parah sutradaranya dituduh pro PKI). Tidak salah dong, kita belajar sejarah dari sudut pandang berbeda. Setidaknya masyarakat kita dapat melihat dua sisi sejarah dari peristiwa kelam tersebut.


M. Isa Fisabilillah

Staff Keilmuan Himsera Periode 2020/2021

No comments